Ini adalah kisah perjalanan panjangku mengukur meter demi meter rel kereta api antara Gubeng (Surabaya) hingga Lempuyangan (Jogjakarta).... Selasa, 23 Nopember 2010 mungkin bisa jadi akan menjadi hari yang tak terlupakan olehku. Tanpa rencana dan tanpa persiapan, aku memutuskan untuk mengantarkan bantuan kemanusiaan untuk korban merapi di DIY. Dahsyatnya keganasan merapi tentulah udda kita ketahui bersama. Yup, gunung vulkanik teraktif di Indonesia ini telah memuntahkan segala amarah dan keluh kesahnya dengan luar biasa. Setelah menahan amarah sejak 2006 lalu, ahkirnya pada 25 oktober 2010 lalu, Merapi udda benar benar nggak sanggup lagi untuk 'diam'.. Ribuan orang lari mengungsi untuk menghindari amuk merapi, milyaran materi hilang karena ganasnya semburan merapi...
Dan kemarin, aku bersama seorang rekan mencoba untuk 'menjenguk' merapi, memastikan bahwa sang gunung udda kembali terdiam dan nggak marah lagi. Berangkat dari Surabaya dengan Kereta Ekonomi, gaya baru malam selatan, aku memulai petualanganku. Berbekal uang yg pas pasan, selembar tiket seharga Rp 31.500 udda ada digenggamanku. Sebotol air mineral dan tentu saja 1 pack gudang garam international turut srta menemaniku. Menyusuri panjangnya rel kereta api antara gubeng hingga lempuyangan dengan asa bahwa ini adalah perjalanan kemanusiaan dan hanya mengharap ridho' dari Alloh SWT semata. Puluhan stasiun kecil terlewati begitu saja. Sejenak aku mengamati setiap gerak gerik dan tingkah polah orang orang yang berlalu lalang di hadapanku, lucu, unik dan beragam.
Ketika sampai stasiun Solo Balapan, aku teringat lagu didi kempot.. "Ning stasiun balapan, kutho Solo sig dadi kenangan, kowe karo aku.. Naliko, ngeterke lungamu.." ( Di stasiun Balapan kota Solo yang jadi kenangan antara kamu dan aku.. Ketika aku mengantarkan kepergianmu ). Trraaap, aku tersadar bahwa sekarang aku berada di stasiun itu, berada pada lokasi dimana inspirasi Didi Kempot terlahir.
Solo Balapan berlalu, melewati staisun klaten dan prambanan, akhirnya perjalanan panjangku harus berakhir di stasiun lempuyangan. Disini, bantuan itu di drop dan dikumpulkan oleh rekan rekan dari UGM untuk selanjutnya disalurkan kepada yang berhak dibantu dan berhak menerima.
Malam itu pula aku merasakan indahnya cahaya lampu Jogja serta dingin udara yg mengiriinginya. Klop bgt karena berpadu dengan segelas kopi hitam panas dan sebungkus nasi kucing lengkap dengan sate telur dan rempelo,,, Nyuusss, aura puas terdengar dari hatiku ^_^.
Malam itu juga aku putuskan untuk kembali ke Suroboyo, karena ke esokan harinya aku ada perlu di Kota pahlawan ini... Perjalanan 18jam pun telah usai di Gubeng, Surabaya...
Dan kemarin, aku bersama seorang rekan mencoba untuk 'menjenguk' merapi, memastikan bahwa sang gunung udda kembali terdiam dan nggak marah lagi. Berangkat dari Surabaya dengan Kereta Ekonomi, gaya baru malam selatan, aku memulai petualanganku. Berbekal uang yg pas pasan, selembar tiket seharga Rp 31.500 udda ada digenggamanku. Sebotol air mineral dan tentu saja 1 pack gudang garam international turut srta menemaniku. Menyusuri panjangnya rel kereta api antara gubeng hingga lempuyangan dengan asa bahwa ini adalah perjalanan kemanusiaan dan hanya mengharap ridho' dari Alloh SWT semata. Puluhan stasiun kecil terlewati begitu saja. Sejenak aku mengamati setiap gerak gerik dan tingkah polah orang orang yang berlalu lalang di hadapanku, lucu, unik dan beragam.
Ketika sampai stasiun Solo Balapan, aku teringat lagu didi kempot.. "Ning stasiun balapan, kutho Solo sig dadi kenangan, kowe karo aku.. Naliko, ngeterke lungamu.." ( Di stasiun Balapan kota Solo yang jadi kenangan antara kamu dan aku.. Ketika aku mengantarkan kepergianmu ). Trraaap, aku tersadar bahwa sekarang aku berada di stasiun itu, berada pada lokasi dimana inspirasi Didi Kempot terlahir.
Solo Balapan berlalu, melewati staisun klaten dan prambanan, akhirnya perjalanan panjangku harus berakhir di stasiun lempuyangan. Disini, bantuan itu di drop dan dikumpulkan oleh rekan rekan dari UGM untuk selanjutnya disalurkan kepada yang berhak dibantu dan berhak menerima.
Malam itu pula aku merasakan indahnya cahaya lampu Jogja serta dingin udara yg mengiriinginya. Klop bgt karena berpadu dengan segelas kopi hitam panas dan sebungkus nasi kucing lengkap dengan sate telur dan rempelo,,, Nyuusss, aura puas terdengar dari hatiku ^_^.
Malam itu juga aku putuskan untuk kembali ke Suroboyo, karena ke esokan harinya aku ada perlu di Kota pahlawan ini... Perjalanan 18jam pun telah usai di Gubeng, Surabaya...