Tak pernah terpikir oleh Andrew bila website yang dibangunnya pada 1999, ketika masih bersekolah di Amerika, saat ini jadi forum online terpopuler di Indonesia. Namanya Kaskus singkatan dasri Kasak Kusuk. Sesuai namanya situs ini dijadikan tempat berkasak kusuk oleh hampir satu juta member Kaskus. Mereka membicarakan topik apa saja dan membentuk komunitas. Saat ini terdapat 187 komunitas yang menjadi bagian dari Kaskus.
Andrew Darwis (Founder Kaskus.us/Admin Kaskus.us)
Mulanya Kaskus yang dikembangkan oleh Andrew, Ronald, dan Budi ini dibuat untuk memenuhi tugas kuliah mereka. Konsep awal Kaskus sebenarnya adalah situs yang mampu mengentaskan dahaga mahasiswa Indonesia di luar negeri akan kampung halaman melalui berita-berita Indonesia. “Sayangnya tak ada di antara kami yang bisa menulis berita, akhirnya kamia hanya mere-write berita-berita tentang Indonesia dari CNN,” ujar Andrew.
Setelah berjalan beberapa lama, Budi dan Ronald mengundurkan diri karena menganggap Kaskus sama sekali tidak menghasilkan keuntungan, hanya menghabiskan waktu yang mereka punya. Hanya Andrew yang kemudian bertahan, namun Kaskus terpaksa vakum selama 8 bulan.
“Lalu Ken datang ke Amerika dan memberitahu saya hal penting,” ujar Andrew. “Dia bilang kalau penggemar Kaskus di Indonesia cukup besar,” lanjutnya. Ken yang juga sepupu dari Andrew memaksanya untuk pulang dan mengaktifkan Kaskus kembali. “Sayang teknologinya sudah ada tapi tidak dipakai,” saran Ken.
Kaskus kemudian diaktifkan kembali dengan konsep berbeda. Situs ini tak lagi diisi oleh berita-berita CNN, melainkan menjadi sebuah forum di mana tulisan-tulisan diposting sendiri oleh para kaskuser (pengguna Kaskus). Konsep tersebut membuat pengunjung Kaskus meningkat. “Orang Indonesia memang dasarnya cerewet makanya ketika konsep diganti menjadi forum online, makin tambah ramai,” ujar Andrew sambil tertawa.
Dibukanya kebebasan bagi para member untuk memposting tulisan mereka, membuat Kaskus kebanjiran konten-konten porno. Hal ini yang mendorong Andrew untuk menyediakan rubrik khusus berbau seks dengan nama BB-17. “Bila di sejumlah wilayah Indonesia ada wilayah lokalisasi PSK, di situs ini kami juga menyediakan lokalisasi untuk konten-konten porno itu daripada mereka memposting semua konten itu di sembarang tempat (rubrik-red),” ujarnya.
Sejak saat itu diakui Andrew, Kaskus identik dengan situs porno, padahal masih banyak rubrik lain yang bermamfaat. Namun, di tahun 2008 ketika kembali ke Indonesia, pada saat bersamaan terbit UU ITE. Sebagai bentuk kesadaran, Andrew mengambil keputusan untuk menghapuskan BB-17 dan membersihkan Kaskus dari konten porno.
“Anehnya pengunjung Kaskus bukannya berkurang tapi malah bertambah terutama member perempuannya,” tuturnya. Dari sebelumnya hanya 400 ribu pengguna meningkat menjadi 960 ribu pada 2009, di mana 75%-nya adalah pengunjung loyal. Selain itu 95% server yang digunakan Kaskus dipindahkan dari Amerika ke Indonesia untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas akses pengguna.
Seiring dengan bertambahan jumlah kaskuser, konsep situs Kaskus pun mulai cenderung berubah sebagai market place. Lambat laun banyak yang menggantungkan hidupnya dengan berjualan di Kaskus. “Seorang kaskuser ada yang menjual keripik pisang di Kaskus dan jualannya sangat laku hingga 3.000 order per hari, tak hanya itu ada pula yang kerjaannya menjual kamera di Kaskus dan setiap minggu dia bisa menghasilkan omset hingga 100 juta rupiah,” tutur Andrew.
“Kami senang karena situs yang kami buat ini bisa membantu orang lain dan berperan serta memajukan “ekonomi kerakyatan,” canda Andrew.
Demi mempertahankan member yang sudah ada, Andrew dan Ken memiliki trik tersendiri. Mereka berusaha untuk mendekatkan diri kepada para member dan mau mendengarkan serta merespon keluhan yang mereka sampaikan dengan baik. “Lagipula Andrew gampang dikontak sehingga member memiliki ikatan yang kuat dengan kami,” sahut Ken.
Menurut Ken industri kreatif seperti yang mereka lakukan saat ini memiliki prospek bisnis yang bagus. “Bisnis ini ibarat tanah kosong di Sudirman yang di masa datang, nilainya akan semakin tinggi,” ungkap Ken. Menurutnya dalam bisnis internet, pengusaha bisa melakukan trial and error dengan mudah, sehingga mereka tidak perlu takut gagal karena tidak ada konsekuensi materil yang besar. Namun menurut Ken agar industri seperti ini bisa maju, harus dilakukan oleh banyak pemain secara massal untuk menghasilkan persaingan yang luas dan ketat.
“Harus ada keinginan kuat dari masyarakat Indonesia untuk mengembangkan industri kreatif ini. Sehingga pada saatnya nanti masyarakat Indonesia tidak perlu lagi mengakses situs buatan luar negeri,” ujar Ken. Bahkan boleh jadi nantinya situs Indonesia pun digemari masyarakat dunia.
Andrew Darwis (Founder Kaskus.us/Admin Kaskus.us)
Mulanya Kaskus yang dikembangkan oleh Andrew, Ronald, dan Budi ini dibuat untuk memenuhi tugas kuliah mereka. Konsep awal Kaskus sebenarnya adalah situs yang mampu mengentaskan dahaga mahasiswa Indonesia di luar negeri akan kampung halaman melalui berita-berita Indonesia. “Sayangnya tak ada di antara kami yang bisa menulis berita, akhirnya kamia hanya mere-write berita-berita tentang Indonesia dari CNN,” ujar Andrew.
Setelah berjalan beberapa lama, Budi dan Ronald mengundurkan diri karena menganggap Kaskus sama sekali tidak menghasilkan keuntungan, hanya menghabiskan waktu yang mereka punya. Hanya Andrew yang kemudian bertahan, namun Kaskus terpaksa vakum selama 8 bulan.
“Lalu Ken datang ke Amerika dan memberitahu saya hal penting,” ujar Andrew. “Dia bilang kalau penggemar Kaskus di Indonesia cukup besar,” lanjutnya. Ken yang juga sepupu dari Andrew memaksanya untuk pulang dan mengaktifkan Kaskus kembali. “Sayang teknologinya sudah ada tapi tidak dipakai,” saran Ken.
Kaskus kemudian diaktifkan kembali dengan konsep berbeda. Situs ini tak lagi diisi oleh berita-berita CNN, melainkan menjadi sebuah forum di mana tulisan-tulisan diposting sendiri oleh para kaskuser (pengguna Kaskus). Konsep tersebut membuat pengunjung Kaskus meningkat. “Orang Indonesia memang dasarnya cerewet makanya ketika konsep diganti menjadi forum online, makin tambah ramai,” ujar Andrew sambil tertawa.
Dibukanya kebebasan bagi para member untuk memposting tulisan mereka, membuat Kaskus kebanjiran konten-konten porno. Hal ini yang mendorong Andrew untuk menyediakan rubrik khusus berbau seks dengan nama BB-17. “Bila di sejumlah wilayah Indonesia ada wilayah lokalisasi PSK, di situs ini kami juga menyediakan lokalisasi untuk konten-konten porno itu daripada mereka memposting semua konten itu di sembarang tempat (rubrik-red),” ujarnya.
Sejak saat itu diakui Andrew, Kaskus identik dengan situs porno, padahal masih banyak rubrik lain yang bermamfaat. Namun, di tahun 2008 ketika kembali ke Indonesia, pada saat bersamaan terbit UU ITE. Sebagai bentuk kesadaran, Andrew mengambil keputusan untuk menghapuskan BB-17 dan membersihkan Kaskus dari konten porno.
“Anehnya pengunjung Kaskus bukannya berkurang tapi malah bertambah terutama member perempuannya,” tuturnya. Dari sebelumnya hanya 400 ribu pengguna meningkat menjadi 960 ribu pada 2009, di mana 75%-nya adalah pengunjung loyal. Selain itu 95% server yang digunakan Kaskus dipindahkan dari Amerika ke Indonesia untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas akses pengguna.
Seiring dengan bertambahan jumlah kaskuser, konsep situs Kaskus pun mulai cenderung berubah sebagai market place. Lambat laun banyak yang menggantungkan hidupnya dengan berjualan di Kaskus. “Seorang kaskuser ada yang menjual keripik pisang di Kaskus dan jualannya sangat laku hingga 3.000 order per hari, tak hanya itu ada pula yang kerjaannya menjual kamera di Kaskus dan setiap minggu dia bisa menghasilkan omset hingga 100 juta rupiah,” tutur Andrew.
“Kami senang karena situs yang kami buat ini bisa membantu orang lain dan berperan serta memajukan “ekonomi kerakyatan,” canda Andrew.
Demi mempertahankan member yang sudah ada, Andrew dan Ken memiliki trik tersendiri. Mereka berusaha untuk mendekatkan diri kepada para member dan mau mendengarkan serta merespon keluhan yang mereka sampaikan dengan baik. “Lagipula Andrew gampang dikontak sehingga member memiliki ikatan yang kuat dengan kami,” sahut Ken.
Menurut Ken industri kreatif seperti yang mereka lakukan saat ini memiliki prospek bisnis yang bagus. “Bisnis ini ibarat tanah kosong di Sudirman yang di masa datang, nilainya akan semakin tinggi,” ungkap Ken. Menurutnya dalam bisnis internet, pengusaha bisa melakukan trial and error dengan mudah, sehingga mereka tidak perlu takut gagal karena tidak ada konsekuensi materil yang besar. Namun menurut Ken agar industri seperti ini bisa maju, harus dilakukan oleh banyak pemain secara massal untuk menghasilkan persaingan yang luas dan ketat.
“Harus ada keinginan kuat dari masyarakat Indonesia untuk mengembangkan industri kreatif ini. Sehingga pada saatnya nanti masyarakat Indonesia tidak perlu lagi mengakses situs buatan luar negeri,” ujar Ken. Bahkan boleh jadi nantinya situs Indonesia pun digemari masyarakat dunia.
0 komentar:
Posting Komentar