Sungguh mulia cinta, ia putih, suci bersih tanpa noda.
Cinta adalah kasih sayang yang tulus, yang diberikan
pencipta kita Allah swt., Dialah sumber segala kasih
sayang dan cinta yang ada di permukaan bumi dan
langit serta yang ada diantara keduanya. Allah-lah
yang berkehendak menjadikan setiap akal dan hati kita cenderung pada perasaan saling menyayangi,
saling membutuhkan. Bukan hanya butuh untuk
dicintai, tapi juga butuh untuk mencintai. Cinta
adalah fitrah manusia. Tanpa cinta takkan lengkap
keberadaan kita sebagai manusia, takkan sempurna
kita sebagai makhluk Allah.
Sejak awal penciptaan kita pun, cinta telah berperan
disana. Manusia dimulai dari ketiadaan, ruang
kosong tanpa waktu, lalu Allah berkehendak
menjadikan kita dengan cinta-Nya. Ditiupkan-Nya
ruh kepada kita, yang membuat kita menjadi ada.
Yang membuat kita bisa merasakan lezatnya hidangan yang kita santap, sejuknya udara disaat
hujan mereda, dan membuat semua indra kita bisa
berfungsi. Tanpa kehendak Allah dan tanpa izin-
Nya, mustahil semua yang ada pada diri kita bisa kita
nikmati. Mustahil.
Lalu kita tumbuh dan berkembang di dalam cinta di
rahim ibu kita yang tersayang, yang diawali dari
pernikahan mulia ayah dan ibu kita. Mereka berdua
setiap hari melihat perkembangan kita. Ayah kita
begitu gembira menanti kedatangan kita, ditengah
usahanya menafkahi ibu dan calon anaknya serta menabung untuk kelahiran buah hatinya ia tak jarang
mengingat kita, selalu terusik kerjanya bila muncul
pertanyaan ”apakah anakku baik-baik saja?”. Setiap
upah yang ia terima selaslu diprioritaskannya untuk
kita nanti, sering ayah dan ibu kita menahan lapar
dengan alasan ”ini untuk si kecil nanti..”. Ibu, sungguh tak terhitung jasamu ya ibuku tersayang. Setiap hari
kita memberatkan dan membatasi mereka dengan
tubuh kita yang setiap hari semakin membesar. Setiap
hari disibukkannya dengan membaca buku
”bagaimana mempersiapkan kedatangan seorang
bayi?”. Ibu kita makan makanan yang bergizi walaupun saat itu mereka tidak menginginkan, bukan
karena apa-apa, karena kita membutuhkan gizi dan
makanan yang baik. Di masa-masa menjelang
kelahiran, semua keluarga besar bergembira, ayah
dan ibu kita berdiskusi memilih nama apa yang paling
tepat untuk kita.
Sampai kelahiran kita pun dipenuhi dengan cinta
yang tulus. Perasaan senang, kuatir dan takut
bercampur menjadi satu pada diri mereka berdua.
Senang karena kita akan segera lahir ke dunia, kuatir
dengan proses persalinan yang mereka lakukan, dan
takut jangan-jangan Allah memanggilnya ketika melahirkan kita, sehingga ibu kita tidak bisa
menemani dan membimbing kita menjadi dewasa dan
menjadi anak yang shalih. Setiap teriakan yang dia
keluarkan menambah kecemasan ayah kita yang setia
menunggu proses kelahiran kita, bagi ayah kita, itulah
waktu terlama yang pernah ia rasakan, ia berpikir ”Ya Allah, saat ini, apapun tidak berarti kecuali
kelahiran buah hatiku”. Teriakan demi teriakan
berlanjut, setiap teriakan manggambarkan pertaruhan
nyawa yang sedang dilakukan oleh ibu kita. Demi
buah hatinya, tak tersisip sedikitpun rasa gentar
menjalani semua itu. Lalu lahirlah kita. Dengan teriakan yang nyaring dan menggema, diperlihatkan
wajah kita yang masih belum bisa membuka mata dan
masih bermandikan darah ibu kita. Ia tersenyum,
merasa dirinya paling bahagia di seluruh semesta.
Padahal tadi ia berteriak-teriak kesakitan, semua
hilang seketika melihat wajah kita. Inilah cinta. Ayah pun menghambur masuk, mencium ibu dan segera
mengumandangkan adzan ke telinga kita, tanda
syukur yang mendalam, buyar sudah semua cemas-
galaunya. Inilah cinta.
Ketika kita tumbuh dan berkembangpun semuanya
diliputi kehangatan cinta, tangis kita menjadi usikan
dikala mereka berdua tidur, tapi dengan senang hati
ibu bangun, mengganti popok yang basah,
menenangkan kita yang rewel untuk tidur kembali, tak
berapa saat kita pun membangunkan kembali tidur mereka yang baru sedikit pulas, kali ini karena lapar.
Dengan penuh kesabaran, kembali ibu bangun dan
menyusui kita sampai kita tenang dan tertidur
kembali. Inilah namanya cinta.
Ketika kita beranjak dewasa, mereka mendengarkan
semua keluhan dan makian kita, suara kita yang
keras saat marah dengan mereka, mereka balas
dengan nasihat yang tulus. Diajarinya kita semua hal
tentang dunia dan hidup. Setiap hari tak lupa
didoakannya kita setelah shalatnya, sampai detik inipun ia masih berdoa.. ”ya Allah, jadikanlah putra-
putriku sedap dipandang mata dan berikanlah
mereka hati yang lembut dan keshalihan”. Seringkali
mereka menangis disaat kita membentak mereka,
sakit. Tapi esoknya, kembali diperlihatnkannya
wajah dan senyum cerianya, kembali memasak makanan dan menyiapkan pakaian kita. Tanpa
keluhan. Inilah cinta
Tapi, mari kita putar balik memori kita. Tulusnya
cinta kedua orangtua kita yang selalu memberi tanpa
pamrih, sudahkah kita menghargainya dan
mengingatnya? Pernahkah kita memberikan hadiah
kepada ibu kita, memberikan sekuntum bunga kepada
ibu kita, atau sekedar memeluk ibu kita dan mengucapkan ”terima kasih ya ibu..” atas
pemberiannya yang tak kan bisa kita balas?
Pernahkah kita mengucapkan ”terima kasih ayah,
atas upayamu menghidupi dan mencukupi keluarga..”
atau pernahkah kita meminta maaf saat kita
melakukan kesalahan pada ayah kita? Atau sekedar berdoa bagi mereka berdua setelah shalat? Ingatkah
kita pada mereka berdua disaat kita mendapatkan
kesenangan?
Lebih jauh lagi, apakah kita termasuk orang yang
mengingkari cinta yang diberikan Allah dan rasulnya
Muhammad. Kita mengaku ummat Muhammad,
menulisnya dalam kolom tokoh idola kita, tapi
mungkin tak sedikitpun merindukannya. Padahal
rasulullah, manusia mulia yang dijamin masuk surga rela dilempari dengan batu hingga kakinya berdarah,
rela dihina, dimaki, dilempari kotoran, demi kita,
demi ummatnya. Bahkan sampai wafatnya pun rasul
selalu memikirkan ummatnya lebih daripada dia dan
keluarganya. ”Ummati.. ummati.. ummati..” itulah
kata-kata terakhirnya. Padahal jika tidak ada rasul dan agama yang dibawanya, mana mungkin kita
mempunyai kedua orang tua yang baik. Tanpa izin
Allah, sumber segala cinta, bagaimanakah orangtua
kita bisa ada di dunia ini. Maka kepada Allah-lah
kita harus berterimakasih paling banyak dan paling
besar, bersyukurlah. Lalu bershalawatlah kepada nabi Muhammad saw. yang memperjuangkan agama
Islam dengan darah dan bahaya serta kesusahan
Berikutnya adalah kepada kedua orangtua, atas cinta
kasih mereka.
Kita lebih cenderung pada tipuan dunia dibanding
mengikuti ajaran Allah yang dibawa oleh Muhammad
saw., pun kepada kedua orangtua kita juga seperti
itu, kebaikan mereka kita anggap kewajaran yang
sangat jarang kita hargai. Kita hanyut begitu saja saat
nafsu muncul dalam diri kita. Kita lebih percaya pada kata-kata di televisi, media dan seruan orang
lain dibanding orangtua kita.
Kita mungkin tidak mengetahui, ternyata ada orang-
orang munafik, kafir dan musyrik yang sengaja ingin
menjatuhkan agama Islam yang sempurna dengan
berbagai cara dan upaya yang mereka lakukan.
Mereka tau pemuda adalah tumpuan ummat, ketika
rusak pemuda, maka rusaklah ummat itu pada akhirmya. Mereka lalu memperkenalkan kepada kita
budaya-budaya hedonis mereka atas nama cinta,
padahal tidak lain hanyalah nafsu yang mereka
katakan cinta. Mereka begitu cantik membungkus
budaya sampah mereka dengan jargon-jargon,
dengan propaganda, iklan dan opini sehingga pemuda muslim tunduk dibuatnya, membebek
mereka.
Padahal tujuan mereka sangat jelas. Menjauhkan
pemuda dari Islam. Membuat pemuda Islam berfikir
bahwa pengajian itu kolot, Islam itu ketinggalan
zaman, aturan Allah itu kejam dan lain sebagainya.
Satu-satunya yang mereka khawatirkan adalah
apabila al-Qur’an dan as-Sunnah menyatu dalam akal dan perasaan setiap pribadi pemuda di dalam
masyarakat dan menjelma menjadi peraturan hidup
yang diterapkan secara formal dalam kehidupan.
Mereka takut dengan itu. Saking cemasnya mereka
berusaha agar jangan sampai bersatu antara Islam
dan kaum muslim, terutama pemudanya. Karena kalau sampai itu terjadi, maka akan terlihatlah wajah
asli mereka yang buruk.
Hanya ada dua jalan yang dijadikan Allah swt. satu
menuju ke surga yang diridhai-Nya, satu menuju ke
Neraka. Dan hanya ada satu jalan ke surga, yaitu
mengambil Islam secara kaaffah. Islam adalah
sistem hidup yang sempurna, ia menyediakan semua
solusi permasalahan. Dan tidaklah diperkenankan untuk menyembah sesuatu selain Allah, ataupun
mengambil ajaran selain Islam, karena itupun berati
menyekutukan Allah swt. yang telah menurunkan
Islam secara sempurna.
Jangan nodai nama cinta dengan mengatas namakan
cinta atas pekerjaan nafsu. Karena cinta berbeda
dengan nafsu. Cinta tak akan pernah menginginkan
yang dicintai menjadi sengsara dan susah. Jangan
katakan cinta apabila ia tahu perbuatannya akan
mengantarkan yang dicintainya ke api neraka sementara ia tetap melakukannya. Bukan cinta bila
lebih mementingkan ajaran lain selain ajaran nabi
Muhammad saw.
Ya Allah, sesungguhnya banyak sekali salah dan khilaf kami kepada-Mu. Kami tahu api neraka itu
panas, tetapi tetap saja kami melakukan yang
dilarang oleh-Mu. Kami tahu surga itu ni’mat tapi
kami tidak berusaha dan bersegera meraihnya. Kami
terkadang sombong dengan karunia-Mu, padahal semua yang kami punya dapat Engkau ambil
kapanpun Engkau menginginkannya. Kami jarang
sekali berbuat baik kepada kedua orangtua kami,
seringkali kami membentaknya, memarahinya,
memakinya, padahal kami tau ridha orangtua kami
adalah ridha-Mu, dan murka orangtua kami adalah murka-Mu. Ya Allah jadikanlah mereka berumur
panjang agar kami dapat sedikit membalas kebaikan-
kebaikan mereka yang tak akan bisa kami balas.
Jangan jadikan kami orang yang menyesal dan baru
menyadari semua kesalahan kami justru pada saat
mereka tiada. Ampunilah pada kedua orangtua kami dosa-dosa yang pernah mereka lakukan karena
Engkaulah Maha Pemberi Taubat dan Maha
Penyayang. Ya Allah kami lemah, tidak memiliki
apapun untuk membahagiakan mereka, maka
jadikanlah kami anak yang shalih dan shalihah,
karena inilah yang baru dapat kami lakukan pada mereka. Rabbana atiina fi ad-dunya hasanah, wa fi
al-akhirati hasanah, wa qiina adzab an-naar. wa al-
hamdulillahi rabb al-alamin. Wallahua’lam bi ash-shawab
Cinta adalah kasih sayang yang tulus, yang diberikan
pencipta kita Allah swt., Dialah sumber segala kasih
sayang dan cinta yang ada di permukaan bumi dan
langit serta yang ada diantara keduanya. Allah-lah
yang berkehendak menjadikan setiap akal dan hati kita cenderung pada perasaan saling menyayangi,
saling membutuhkan. Bukan hanya butuh untuk
dicintai, tapi juga butuh untuk mencintai. Cinta
adalah fitrah manusia. Tanpa cinta takkan lengkap
keberadaan kita sebagai manusia, takkan sempurna
kita sebagai makhluk Allah.
Sejak awal penciptaan kita pun, cinta telah berperan
disana. Manusia dimulai dari ketiadaan, ruang
kosong tanpa waktu, lalu Allah berkehendak
menjadikan kita dengan cinta-Nya. Ditiupkan-Nya
ruh kepada kita, yang membuat kita menjadi ada.
Yang membuat kita bisa merasakan lezatnya hidangan yang kita santap, sejuknya udara disaat
hujan mereda, dan membuat semua indra kita bisa
berfungsi. Tanpa kehendak Allah dan tanpa izin-
Nya, mustahil semua yang ada pada diri kita bisa kita
nikmati. Mustahil.
Lalu kita tumbuh dan berkembang di dalam cinta di
rahim ibu kita yang tersayang, yang diawali dari
pernikahan mulia ayah dan ibu kita. Mereka berdua
setiap hari melihat perkembangan kita. Ayah kita
begitu gembira menanti kedatangan kita, ditengah
usahanya menafkahi ibu dan calon anaknya serta menabung untuk kelahiran buah hatinya ia tak jarang
mengingat kita, selalu terusik kerjanya bila muncul
pertanyaan ”apakah anakku baik-baik saja?”. Setiap
upah yang ia terima selaslu diprioritaskannya untuk
kita nanti, sering ayah dan ibu kita menahan lapar
dengan alasan ”ini untuk si kecil nanti..”. Ibu, sungguh tak terhitung jasamu ya ibuku tersayang. Setiap hari
kita memberatkan dan membatasi mereka dengan
tubuh kita yang setiap hari semakin membesar. Setiap
hari disibukkannya dengan membaca buku
”bagaimana mempersiapkan kedatangan seorang
bayi?”. Ibu kita makan makanan yang bergizi walaupun saat itu mereka tidak menginginkan, bukan
karena apa-apa, karena kita membutuhkan gizi dan
makanan yang baik. Di masa-masa menjelang
kelahiran, semua keluarga besar bergembira, ayah
dan ibu kita berdiskusi memilih nama apa yang paling
tepat untuk kita.
Sampai kelahiran kita pun dipenuhi dengan cinta
yang tulus. Perasaan senang, kuatir dan takut
bercampur menjadi satu pada diri mereka berdua.
Senang karena kita akan segera lahir ke dunia, kuatir
dengan proses persalinan yang mereka lakukan, dan
takut jangan-jangan Allah memanggilnya ketika melahirkan kita, sehingga ibu kita tidak bisa
menemani dan membimbing kita menjadi dewasa dan
menjadi anak yang shalih. Setiap teriakan yang dia
keluarkan menambah kecemasan ayah kita yang setia
menunggu proses kelahiran kita, bagi ayah kita, itulah
waktu terlama yang pernah ia rasakan, ia berpikir ”Ya Allah, saat ini, apapun tidak berarti kecuali
kelahiran buah hatiku”. Teriakan demi teriakan
berlanjut, setiap teriakan manggambarkan pertaruhan
nyawa yang sedang dilakukan oleh ibu kita. Demi
buah hatinya, tak tersisip sedikitpun rasa gentar
menjalani semua itu. Lalu lahirlah kita. Dengan teriakan yang nyaring dan menggema, diperlihatkan
wajah kita yang masih belum bisa membuka mata dan
masih bermandikan darah ibu kita. Ia tersenyum,
merasa dirinya paling bahagia di seluruh semesta.
Padahal tadi ia berteriak-teriak kesakitan, semua
hilang seketika melihat wajah kita. Inilah cinta. Ayah pun menghambur masuk, mencium ibu dan segera
mengumandangkan adzan ke telinga kita, tanda
syukur yang mendalam, buyar sudah semua cemas-
galaunya. Inilah cinta.
Ketika kita tumbuh dan berkembangpun semuanya
diliputi kehangatan cinta, tangis kita menjadi usikan
dikala mereka berdua tidur, tapi dengan senang hati
ibu bangun, mengganti popok yang basah,
menenangkan kita yang rewel untuk tidur kembali, tak
berapa saat kita pun membangunkan kembali tidur mereka yang baru sedikit pulas, kali ini karena lapar.
Dengan penuh kesabaran, kembali ibu bangun dan
menyusui kita sampai kita tenang dan tertidur
kembali. Inilah namanya cinta.
Ketika kita beranjak dewasa, mereka mendengarkan
semua keluhan dan makian kita, suara kita yang
keras saat marah dengan mereka, mereka balas
dengan nasihat yang tulus. Diajarinya kita semua hal
tentang dunia dan hidup. Setiap hari tak lupa
didoakannya kita setelah shalatnya, sampai detik inipun ia masih berdoa.. ”ya Allah, jadikanlah putra-
putriku sedap dipandang mata dan berikanlah
mereka hati yang lembut dan keshalihan”. Seringkali
mereka menangis disaat kita membentak mereka,
sakit. Tapi esoknya, kembali diperlihatnkannya
wajah dan senyum cerianya, kembali memasak makanan dan menyiapkan pakaian kita. Tanpa
keluhan. Inilah cinta
Tapi, mari kita putar balik memori kita. Tulusnya
cinta kedua orangtua kita yang selalu memberi tanpa
pamrih, sudahkah kita menghargainya dan
mengingatnya? Pernahkah kita memberikan hadiah
kepada ibu kita, memberikan sekuntum bunga kepada
ibu kita, atau sekedar memeluk ibu kita dan mengucapkan ”terima kasih ya ibu..” atas
pemberiannya yang tak kan bisa kita balas?
Pernahkah kita mengucapkan ”terima kasih ayah,
atas upayamu menghidupi dan mencukupi keluarga..”
atau pernahkah kita meminta maaf saat kita
melakukan kesalahan pada ayah kita? Atau sekedar berdoa bagi mereka berdua setelah shalat? Ingatkah
kita pada mereka berdua disaat kita mendapatkan
kesenangan?
Lebih jauh lagi, apakah kita termasuk orang yang
mengingkari cinta yang diberikan Allah dan rasulnya
Muhammad. Kita mengaku ummat Muhammad,
menulisnya dalam kolom tokoh idola kita, tapi
mungkin tak sedikitpun merindukannya. Padahal
rasulullah, manusia mulia yang dijamin masuk surga rela dilempari dengan batu hingga kakinya berdarah,
rela dihina, dimaki, dilempari kotoran, demi kita,
demi ummatnya. Bahkan sampai wafatnya pun rasul
selalu memikirkan ummatnya lebih daripada dia dan
keluarganya. ”Ummati.. ummati.. ummati..” itulah
kata-kata terakhirnya. Padahal jika tidak ada rasul dan agama yang dibawanya, mana mungkin kita
mempunyai kedua orang tua yang baik. Tanpa izin
Allah, sumber segala cinta, bagaimanakah orangtua
kita bisa ada di dunia ini. Maka kepada Allah-lah
kita harus berterimakasih paling banyak dan paling
besar, bersyukurlah. Lalu bershalawatlah kepada nabi Muhammad saw. yang memperjuangkan agama
Islam dengan darah dan bahaya serta kesusahan
Berikutnya adalah kepada kedua orangtua, atas cinta
kasih mereka.
Kita lebih cenderung pada tipuan dunia dibanding
mengikuti ajaran Allah yang dibawa oleh Muhammad
saw., pun kepada kedua orangtua kita juga seperti
itu, kebaikan mereka kita anggap kewajaran yang
sangat jarang kita hargai. Kita hanyut begitu saja saat
nafsu muncul dalam diri kita. Kita lebih percaya pada kata-kata di televisi, media dan seruan orang
lain dibanding orangtua kita.
Kita mungkin tidak mengetahui, ternyata ada orang-
orang munafik, kafir dan musyrik yang sengaja ingin
menjatuhkan agama Islam yang sempurna dengan
berbagai cara dan upaya yang mereka lakukan.
Mereka tau pemuda adalah tumpuan ummat, ketika
rusak pemuda, maka rusaklah ummat itu pada akhirmya. Mereka lalu memperkenalkan kepada kita
budaya-budaya hedonis mereka atas nama cinta,
padahal tidak lain hanyalah nafsu yang mereka
katakan cinta. Mereka begitu cantik membungkus
budaya sampah mereka dengan jargon-jargon,
dengan propaganda, iklan dan opini sehingga pemuda muslim tunduk dibuatnya, membebek
mereka.
Padahal tujuan mereka sangat jelas. Menjauhkan
pemuda dari Islam. Membuat pemuda Islam berfikir
bahwa pengajian itu kolot, Islam itu ketinggalan
zaman, aturan Allah itu kejam dan lain sebagainya.
Satu-satunya yang mereka khawatirkan adalah
apabila al-Qur’an dan as-Sunnah menyatu dalam akal dan perasaan setiap pribadi pemuda di dalam
masyarakat dan menjelma menjadi peraturan hidup
yang diterapkan secara formal dalam kehidupan.
Mereka takut dengan itu. Saking cemasnya mereka
berusaha agar jangan sampai bersatu antara Islam
dan kaum muslim, terutama pemudanya. Karena kalau sampai itu terjadi, maka akan terlihatlah wajah
asli mereka yang buruk.
Hanya ada dua jalan yang dijadikan Allah swt. satu
menuju ke surga yang diridhai-Nya, satu menuju ke
Neraka. Dan hanya ada satu jalan ke surga, yaitu
mengambil Islam secara kaaffah. Islam adalah
sistem hidup yang sempurna, ia menyediakan semua
solusi permasalahan. Dan tidaklah diperkenankan untuk menyembah sesuatu selain Allah, ataupun
mengambil ajaran selain Islam, karena itupun berati
menyekutukan Allah swt. yang telah menurunkan
Islam secara sempurna.
Jangan nodai nama cinta dengan mengatas namakan
cinta atas pekerjaan nafsu. Karena cinta berbeda
dengan nafsu. Cinta tak akan pernah menginginkan
yang dicintai menjadi sengsara dan susah. Jangan
katakan cinta apabila ia tahu perbuatannya akan
mengantarkan yang dicintainya ke api neraka sementara ia tetap melakukannya. Bukan cinta bila
lebih mementingkan ajaran lain selain ajaran nabi
Muhammad saw.
Ya Allah, sesungguhnya banyak sekali salah dan khilaf kami kepada-Mu. Kami tahu api neraka itu
panas, tetapi tetap saja kami melakukan yang
dilarang oleh-Mu. Kami tahu surga itu ni’mat tapi
kami tidak berusaha dan bersegera meraihnya. Kami
terkadang sombong dengan karunia-Mu, padahal semua yang kami punya dapat Engkau ambil
kapanpun Engkau menginginkannya. Kami jarang
sekali berbuat baik kepada kedua orangtua kami,
seringkali kami membentaknya, memarahinya,
memakinya, padahal kami tau ridha orangtua kami
adalah ridha-Mu, dan murka orangtua kami adalah murka-Mu. Ya Allah jadikanlah mereka berumur
panjang agar kami dapat sedikit membalas kebaikan-
kebaikan mereka yang tak akan bisa kami balas.
Jangan jadikan kami orang yang menyesal dan baru
menyadari semua kesalahan kami justru pada saat
mereka tiada. Ampunilah pada kedua orangtua kami dosa-dosa yang pernah mereka lakukan karena
Engkaulah Maha Pemberi Taubat dan Maha
Penyayang. Ya Allah kami lemah, tidak memiliki
apapun untuk membahagiakan mereka, maka
jadikanlah kami anak yang shalih dan shalihah,
karena inilah yang baru dapat kami lakukan pada mereka. Rabbana atiina fi ad-dunya hasanah, wa fi
al-akhirati hasanah, wa qiina adzab an-naar. wa al-
hamdulillahi rabb al-alamin. Wallahua’lam bi ash-shawab
Bagus mas tulisannya
BalasHapusRingan namun mengena banget :)
Makasih komennya gan :)
BalasHapusMantab gan
BalasHapusSangat indah
Makasih kawan
BalasHapus