Selasa, 14 April 2009

IT DiAgRaM

Diagram Transformasi Isothermal disebut juga sebagai IT atau TTT Diagram merupakan salah satu jenis dari diagram material yang bisa digunakan uNtuk memPreDiksi hasiL akhir dari suatu transformasi. IT diagram lebih sederhana daripada Fe-C diagram. Perbedaan mendasar antara keduanya akan saya bahas pada postingan selanjutnya...

DIAGRAM TRANSFORMASI ISOTHERMAL (IT DIAGRAM)
Diagram transformasi baja pada kondisi ekuilibrium memberikan sedikit sekali
pengetahuan tentang pendinginan baja pada kondisi non-ekuilibrium. Banyak ahli
metallurgi berpendapat bahwa waktu dan temperatur transformasi austenite mempunyai
pengaruh yang besar terhadap produk hasil transformasi dan properties baja. Karena
austenit tidak stabil di bawah temperatur kritis bawah, sangat penting untuk diketahui
berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk austenit selesai bertransformasi, dan
bertransformasi menjadi apa pada akhirnya austenit tersebut pada temperatur konstan di
bawah temperatur kritis bawah. Proses transformasi tersebut dinamakan Isothermal
Transformation (IT).
Untuk mengetahui proses transformasi isothermal, maka dilakukan percobaan
dengan menggunakan baja eutectoid (0.8% C). Langkah-langkah yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Mempersiapkan sample dalam jumlah yang besar yang diambil dari bahan yang
sama
2. Menempatkan sample pada furnace atau molten salt bath pada temperatur
austenisasi hingga sample seluruhnya bertransformasi menjadi austenit.
3. Pindahkan sample ke molten salt bath yang bertemperatur konstan di bawah
temperature kritis bawah, sebagai contoh 1300oF. Lama sample dalam molten salt
bath divariasikan.
4. Setelah memvariasikan lama waktu dalam molten salt bath, setiap sample
kemudian diquenching dengan menggunakan media air dingin atau iced brine.
5. Setelah didinginkan, setiap sample diuji kekerasannya dan strukturmikronya.
6. Mengulangi langkah 3 sampai 5 dengan temperature yang berbeda, sehingga
diperoleh cukup data untuk membuat IT diagram.
Gambar 1. Sample yang digunakan untuk membuat diagram IT
Sangat penting untuk diketahui transformasi austenit yang terjadi pada temperatur
1300oF, tetapi kita tidak bisa mempelajari langsung pada temperature tersebut. Karena itu,
kita harus bisa menghubungkan strukturmikro pada temperature kamar dengan
strukturmikro yang terjadi pada temperatur 1300oF. Ada dua fakta yang harus dijadikan
pegangan:
1. Martensit terbentuk hanya dari austenit secara instant pada temperatur rendah.
2. Jika austenit bertransformasi pada temperatur tinggi menjadi suatu struktur
dimana struktur tersebut stabil pada temperatur kamar, pendinginan cepat tidak
akan merubah struktur tersebut. Dengan kata lain, jika perlit terbentuk pada
temperatur 1300oF, perlit tersebut akan tepat sama pada temperatur kamar tidak
peduli seberapa cepat quenching yang dilakukan, karena tidak ada alasan untuk
perlit bertransformasi.
Gambar 2. Transformasi austenit menjadi perlit pada temperatur 1300oF
Gambar 3. Kurva IT austenit ke perlit untuk baja eutectoid pada temperatur 1300oF
Langkah 3, 4 dan 5 ditunjukkan oleh gambar 2. Sample 1, setelah 30s pada
temperature 1300oF dan diquenching, menunjukkan hanya martensit pada temperatur
kamar. Karena martensit hanya terbentuk dari austenit pada temperatur rendah, itu berarti
strukturmikro di akhir 30s pada temperatur 1300oF hanya terdiri dari austenit dan
transformasi austenit belum terjadi.
Sturkturmikro pada temperature kamar ditunjukkan oleh gambar 3, dimana yang
berwarna terang adalah martensit dan yang berwarna gelap adalah perlit. Sample 2,
setelah 6 jam pada temperatur 1300oF dan diquenching, menunjukkan 95% martensit dan
5% perlit kasar pada temperatur kamar. Hal ini berarti strukturmikro di akhir 60 jam pada
temperatur 1300oF terdiri dari 95% austenit dan 5% perlit kasar. Transformasi austenit
sudah terjadi dan hasilnya adalah perlit kasar. Dengan mengunakan alasan yang sama,
sample 3, 4, 5 dan 6 akan dapat diketahui strukturmikronya pada temperatur 1300oF.
Hasil dari percobaan ini, dua titik dapat diplot pada temperatur 1300oF, yaitu
waktu awal terjadi transformasi dan waktu akhir setelah selesai transformasi. Selain itu
juga umum memplot titik waktu dimana transformasinya masih 50%. Percobaan
dilakukan kembali dengan temperatur yang berbeda hingga didapatkan cukup data untuk
mengambar diagram IT (gambar 4)
Gambar 4. Pembuatan diagram IT.
Gambar 5. Diagram IT baja eutecoid.
Diagram IT untuk baja eutectoid ditunjukkan pada gambar 5. Diatas Ae1 austenit
stabil. Area di sebelah kiri dari awal transformasi adalah area dimana austenit tidak stabil.
Area di sebelah kanan dari akhir transformasi adalah area produk dari transformasi
austenit. Area di antara awal dan akhir transformasi adalah area yang terdiri dari 3 fasa
yaitu austenit, ferit dan carbida atau austenit ditambah hasil produk dari transformasi
austenit. Titik pada awal transformasi yang menjorok ke kanan disebut nose.
Garis horizontal Ms menunjukkan awal terjadinya martensit. Tanda panah
menunjukkan temperatur dimana 50% dan 90% austenit ketika diquenching akan
bertransformasi menjadi martensit. Produk transformasi diatas nose adalah perlit yang
terdiri dari susunan lamelar ferit dan cementit. Sedikit dibawah garis Ae1 terbentuk perlit
dengan lamelar yang kasar, semakin turun temperatur, terbentuk perlit dengan lamelar
yang semakin halus hingga spasi antar lamelar tidak bisa dibedakan dengan
menggunakan mikroskop cahaya (gambar 6).
Gambar 6. Perlit yang terbentuk dari transformasi austenit dengan variasi temperatur: (a) 1300oF,
(b) 1225 oF, (c) 1150 oF, (d) 1075 oF. Perbesaran 1500X. Perhatikan bahwa semakin turun
temperature maka perlit yang terbentuk semakin halus.
Produk transformasi di antara nose dan Ms adalah bainit. Bainit yang terbentuk
pada temperatur yang lebih tinggi menyerupai perlit dan disebut upper bainit atau
feathery bainit (gambar 7). Pada temperatur yang lebih rendah terbentuk bainit dengan
struktur seperti jarum hitam menyerupai martensit dan disebut lower bainit atau acicular
bainit (gambar 8).
Gambar 7. (a) Feathery bainit dan fine perlit di dalam martensitik (putih) matrik, 1000X. (b)
Mikrostruktur bainit pada temperatur 850oF, diambil dengan menggunakan mikroskop electron,
15000X.
Gambar 8. (a) Acicular atau lower bainit (jarum hitam) di dalam martensitik (putih) matrik,
2500X. (b) mikrostruktur bainit pada temperatur 500oF, diambil dengan menggunakan mikroskop
electron, 15000X.
KURVA PENDINGINAN (COOLING CURVES)
Diagram transformasi dapat dipakai untuk meramalkan struktur yang akan terjadi
bila baja didinginkan dari temperatur austenisasi dengan laju pendinginan tertentu. Untuk
meramal struktur yang dapat terjadi ini maka pada diagram transformasi digambarkan
kurva pendinginan yang akan dialami baja itu. Sebagai contoh pada gambar 9, dimana
digambarkan beberapa kurva pendinginan pada diagram transformasi dari baja karbon
eutectoid.
Gambar 9. Kurva pendinginan.
Kurva pendinginan 1 menggambarkan pendinginan yang sangat lambat (seperti
pada annealing konvensional), baja akan meulai bertransformasi pada titik x1 dan selesai
pada x1’, dan akan menghasilkan perlit kasar. Ini terjadi karena transformasi berlangsung
pada temperatur yang sangat tinggi. Kekerasannya sekitar Rc 15.
Kurva pendinginan 2 menggambarkan pendinginan seperti pada proses
“isothermal annealing”, proses dilakukan dengan mendinginkan cepat sampai ke
temperatur di bawah temperatur kritis (diatas daerah nose diagram). Pada kurva 2
transformasi berlangsung pada temperatur yang lebih rendah, akan dihasilkan perlit yang
lebih halus, kekerasan sekitar Rc 30.
Kurva pendinginan 3 menggambarkan pendinginan yang agak cepat, seperti pada
normalizing. Disini tampak bahwa transformasi dimulai dan selesai pada temperatur yang
berbeda, sehingga akan diperoleh perlit dengan ukuran butir yang bervariasi. Yang terjadi
pada temperatur lebih tinggi akan lebih kasar dan yang terjadi pada temperatur lebih
rendah akan lebih halus, sehingga ada sebagian perlit kasar dan sisanya perlit medium.
Perlit yang lebih halus akan dihasilkan dengan kurva pendinginan 4 yang lebih cepat lagi,
seperti pada iol quench.
Kurva pendinginan 5, pendinginan yang cukup cepat, transformasi menjadi perlit
mulai lebih awal, tetapi akan berhenti ketika kurva pendinginan menyinggung kurva
transformasi 25% (transformasi baru berlangsung 25%). Transformasi akan mulai lagi
ketika mencapai temperatur Ms, austenit akan menjadi martensit. Sehingga setelah akhir
transformasi akan diperoleh 25% perlit dan 75% martensit.
Kurva pendinginan 6 menggambarkan pendinginan yang sangat cepat, seperti
pada water quench. Tidak terjadi transformasi sebelum mencapai temperatur Ms,
transformasi selesai pada temperatur Mf, struktur seluruhnya martensit. Struktur yang
seluruhnya martensit juga masih dapat dicapai dengan laju pendinginan yang sedikit lebih
lambat, tetapi paling tidak laju pendinginannya harus seperti kurva pendinginan 7, bila
lebih lambat akan ada sebagian austenit yang menjadi perlit. Karena itu laju pendinginan
yang tepat menghasilkan 100% martensit disebut laju pendinginan kritis atau Critical
Cooling Rate (CCR).
Pada baja karbon bainit baru dapat diperoleh bila dilakukan pendinginan secara
isothermal, seperti pada kurva pendinginan 8. cara seperti ini dilakukan pada proses
austempering.
DIAGRAM TRANSFORMASI PENDINGINAN KONTINYU (CCT DIAGRAM)
Sebenarnya memplot kurva pendinginan pada diagram IT tidak tepat karena
transformasi yang digambarkan dengan diagram IT adalah transformasi pada temperatur
konstan, sedangkan pendinginan yang dialami suatu benda pada proses laku panas
biasanya pendinginan yang kontinyu. Letak kurva transformasi akan bergeser bila
transformasi berlangsung pada temperatur yang menurun. Karena itu perlu dibuat suatu
diagram transformasi pada pendingian kontinyu.
Diagram transformasi semacam ini dinamakan diagram transformasi pendinginan
kontinyu atau diagram CCT (Continuous Cooling Transformation). Bentuknya agak
berbeda dibandingkan dengan diagram IT, lihat gambar 10. kurva transformasi tergeser
sedikit ke kanan bawah, dan pada baja karbon tidak terdapat daerah transformasi austenitbainit.
Ini disebabkan karana kurva awal transformasi austenit-bainit terhalang oleh kurva
transformasi austenit-perlit.
Tetapi dari gambar 10 yang menggambarkan kurva transformasi pendinginan
kontinyu (garis tebal) yang disuperimpose pada diagram IT (garis tipis) baja karbon
eutectoid, tampak bahwa dengan pendinginan kontinyu lebih mudah diperoleh martensit,
karena kurva transformasi bergeser ke kanan. Misalnya pada kurva pendinginan dengan
laju 250 oF/s, untuk kurva transformasi pendinginan kontinyu akan merupakan laju
pendinginan kritis, akan menghasilkan 100%, tetapi pada kurva transformasi isothermal
masih akan menghasilkan sedikit perlit sebelum menjadi martensit.
Gambar 10. diagram CCT baja karbon eutectoid diturunkan dari diagram IT.
Pada proses laku panas biasanya pendinginan dilakukan dengan pendinginan
kontinyu, sehingga biasanya diagram CCT lebih banyak digunakan. Sedangkan diagram
IT digunakan untuk proses laku panas tertentu yang dilakukan dengan pendinginan
isothermal.
PENGARUH KOMPOSISI KIMIA PADA KURVA IT
Ada 2 faktor yang mempengaruhi kurva dari diagram IT, yaitu komposisi kimia
dan ukuran butir austenit. Dengan sedikit pengecualian, peningkatan kadar karbon atau
unsur paduan atau ukuran butir austenit selalu memperlambat transformasi (menggeser
kurva ke kanan), setidaknya pada temperatur pada atau di atas daerah nose. Hal ini
memperlambat laju critical cooling sehingga lebih mudah membentuk martensit.
Efek dari peningkatan kadar karbon dapat dilihat dari gambar 11 dan 13. Gambar
11 menunjukkan diagram IT dari 1035 steel. Temperatur Ms kira-kira 750oF. Karena ini
adalah diagram IT baja hypoeutectoid maka terdapat daerah transformasi austenit
menjadi ferlit di atas nose. Perhatikan bahwa nose dari kurva ini tidak terlihat, hal ini
mengindikasikan sangat sulit sekali mendinginkan baja ini dengan sangat cepat supaya
terbentuk hanya martensit. Mikrostruktur dari baja karbon rendah ini setelah diquenching
dengan air terdiri dari network ferit (putih) mengelilingi martensit karbon rendah (gray)
(gambar 12).
Gambar 11. Diagram IT dari baja 1035.
Gambar 12. Strukturmikro baja 1035. (a) 100X; (b) 500X.
Gambar 13 menunjukkan diagram IT baja 1050. Peningkatan kadar karbon
menggeser kurva cukup jauh ke kanan sehingga nose dapat terlihat dan temperatur Ms
berkurang menjadi 620oF. Secara teori, untuk membentuk martensit maka dibutuhkan
pendinginan dengan cepat ke temperatur 1000oF selama 0.7 detik. Strukturmikro dari
baja karbon medium ini terdiri dari daerah gelap fine perlit, beberapa feathery bainit
gelap dan matrix martensit yang lebih banyak dibandingkan pada baja karbon rendah
(gambar 14).
Gambar 13. Diagram IT dari baja 1050.
Gambar 14. Strukturmikro baja 1035. (a) 100X; (b) 750X.

Meningkatkan Efektifitas Karburisasi Padat pada Baja Karbon
Rendah dengan Optimasi Ukuran Serbuk Arang Tempurung Kelapa
Mujiyono dan Arianto Leman Sumowidagdo
Jurusan Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas Teknik
Universitas Negeri Yogyakarta
Email: mujiyonouny@yahoo.com
ABSTRAK
Karburising padat merupakan metode karburisasi yang paling sederhana, yaitu menggunakan
serbuk arang sebagai penambah unsur Karbon. Tujuan penelitian adalah untuk
meningkatkan efektivitas hasil proses karburising yang menggunakan serbuk arang tempurung
kelapa pada Baja Carbon Rendah. Arang tempurung kelapa dibuat serbuk dan diayak dengan
ukuran butir 150, 250, 279, 600, 850 dan 2000 μm. Benda uji yang digunakan adalah baja karbon
rendah dengan kandungan 0,082% C. Proses karburising padat dilakukan pada suhu 850 0C
selama 4 jam. Proses pengerasan dilakukan dengan memanaskan ulang benda uji pada suhu 850
0C, ditahan 5 menit, kemudian dicelup ke dalam air bersuhu 28 0C. Struktur Martensit yang
terbentuk diamati dengan mikroskop dan diuji dengan Micro Vickers Hardness Tester. Dari
penelitian ini disimpulkan bahwa serbuk tempurung kelapa dengan ukuran antara 250 hingga
600 μm efektif digunakan untuk proses karburising padat pada Baja Karbón Rendah. Dengan
waktu tahan karburising selama 4 jam, maka akan terjadi difusi Karbón hingga kedalaman 1200
μm dan kekerasan permukaan baja dapat meningkat hingga 250% dari kekerasan semula.
Kata kunci: Kaburising padat, difusi karbon, ukuran serbuk arang, Martensit.
ABSTRACT
Pack carburizing is the simplest method of carburizing process that use charcoal powder as
carbon element adder. The research target is to increase the effectiveness of charcoal powder as pack
carburizing media. Coconut shell charcoal was made into powder then sifted with size of 150, 250,
279, 600, 850 and 2000 μm. Specimens were Low Carbon Steel which contain 0,082 % C. The pack
carburizing process was conducted for 4 hours at 850 0C. The hardening process was done by
reheating at 850 0C with 5 minutes holding time and quenched into water of 28 0C to form
Martensite structure that was observed by optic microscope and Micro Vickers Hardness Tester. The
conclusion of the research are that 250 until 600 μm powder size of coconut shell charcoal can use to
pack carburizing media. With 4 hours for pack carburizing process, case depth of carbon diffusion on
surface specimen is about 1200 μm and surface hardness specimen increase 250% to base material
Keywords: Pack carburizing, carbon diffusion, charcoal powder size, Martensite.
PENDAHULUAN
Karburising adalah sebuah proses penambahan
unsur Karbon pada permukaan logam dengan cara
difusi untuk meningkatkan sifat fisis dan mekanisnya.
Pada umumnya proses karburisasi diikuti
dengan perlakuan Pendinginan Cepat (quenching)
untuk meningkatkan kekerasannya sehingga permukaan
logam menjadi lebih tahan aus [1]. Metode
proses ini dibedakan menurut media karburasinya
yaitu gas, cair dan padat. Proses karburisasi telah
dikembangkan sedemikian rupa menggunakan teknologi
canggih, misalnya metode karburisasi cair
sistem vakum untuk pembuatan roda gigi helix [2].
Namun demikian, karburisasi padat yang merupakan
metode yang paling sederhana masih digunakan
pada industri-industri kecil di Indonesia. Misalnya
untuk penyepuhan pisau yang memanfaatkan arang
baterai bekas [3].
Berbagai usaha telah dilakukan untuk memperbaiki
proses karburisasi padat dengan menambahkan
energizer atau bahan pengaktif seperti Barium
Karbonat [4,5], Natirum Karbonat [6,7] dan Kalsium
Karbonat [8]. Bahan pengaktif tersebut akan mempercepat
terbentuknya gas CO yang dibutuhkan
untuk proses difusi Karbon pada permukaan Baja
Karbon Rendah. Usaha lain yang belum diteliti
adalah penggunaan ukuran butir serbuk media
karburasi yang optimal.
Pada metode karburisasi padat, komponen yang
akan dikarburisasi ditempatkan dalam kotak yang
berisi media penambah unsur karbon atau media
8
Mujiyono, Meningkatkan Efektifitas Karburisasi Padat pada Baja Karbon
9
karburasi, kemudian dipanaskan pada suhu austenisasi
(842–953 0C). Akibat pemanasan ini, media
karburasi akan teroksidasi menghasilkan gas CO2
dan CO [9]. Gas CO akan bereaksi dengan permukaan
baja membentuk atom Karbon yang kemudian
berdifusi ke dalam baja mengikuti persamaan:
2CO + Fe → Fe (C) + CO2 (1)
Gas CO2 ini sebagian akan bereaksi kembali
dengan karbon dari media karburasi membentuk CO
dan sebagian lagi akan menguap. Ini berarti bahwa
Oksigen harus tersedia cukup dalam kotak agar
proses dapat berlangsung dengan baik. Media karburasi
yang berbentuk serbuk akan memunculkan
rongga-rongga di dalam kotak. Semakin besar
ukuran serbuk maka semakin besar rongganya,
namun akan semakin sedikit kontak antara media
karburasi dengan permukaan komponen. Ukuran
serbuk yang besar juga akan mengurangi efektifitas
proses karburisasi padat, terutama jika komponen
yang dikarburisasi memiliki bentuk yang rumit. Di
sisi lain, semakin kecil ukuran serbuk semakin kecil
rongganya sehingga mengurangi jumlah Oksigen
dalam kotak. Bagaimanapun juga, rongga ini
diperlukan untuk menjamin pergerakan gas-gas yang
muncul selama proses di dalam kotak. Oleh sebab itu,
ukuran butir serbuk yang efektif pada proses
karburising padat perlu ditentukan agar proses
menjadi optimal.
METODE PENELITIAN
Penyiapan Bahan
Bahan untuk karburising padat dibuat dari
arang tempurung kelapa yang digiling dengan
blender menjadi serbuk. Selanjutnya diayak berturutturut
mulai dari ayakan dengan ukuran mesh 100,
60, 50, 30, 20, dan 10 sehingga diperoleh serbuk
dengan ukuran butir 150, 250, 279, 600, 850 dan 2000
μm. Penyaringan dengan mesh 100 menghasilkan
serbuk arang dengan ukuran butir 150 μm, mesh 60
menghasilkan ukuran butir 250 μm dan seterusnya.
Sedang Baja Karbon Rendah yang digunakan merupakan
batang lonjoran dengan penampang lingkaran
berdiameter 22 mm dan setelah diuji di PT.
Itokoh Ceperindo, Klaten ternyata memiliki
komposisi kimia seperti pada Tabel 1.
Bahan baja tersebut dibubut sehingga diameternya
menjadi 20 mm, kemudian dipotong menjadi
benda uji dengan tebal 10 mm. Selanjutnya, permukaan
benda uji diamplas secara bertahap mulai
dari amplas nomor 150, 240, 400, 600, 800, 1000 dan
1500, serta dipoles dengan Batu Langsol sehingga
diperoleh permukaan yang bersih dan halus. Untuk
masing-masing variabel ukuran serbuk arang,
disiapkan 3 buah replikasi benda uji.
Prosedur Pengujian
Benda uji diletakkan dalam media karburasi
pada pipa baja berdiameter 76,2 mm yang bagian
bawah dan atasnya ditutup campuran pasir semen.
Proses karburisasi dilakukan pada Dapur Pemanas
Wilmonn dengan siklus seperti pada Gambar 5.
Proses pengerasan dilakukan dengan memanaskan
kembali benda uji pada suhu 850 0C, ditahan selama
5 menit, kemudian seluruh benda uji dicelup secara
bersamaan ke dalam air bersuhu 28 0C.
45
t (menit)
T (0C)
850 0C
240 Didinginkan di
udara terbuka
Gambar 1. Siklus pemanasan proses karburising
Perubahan fasa akibat perlakuan karburisasi
dan pengerasan diamati menggunakan Mikroskop
Optik Olympus. Tebal lapisan difusi (case depth) yang
diperoleh dari hasil proses karburisasi ditentukan
melalui pengukuran kekerasan dari tepi benda uji
menggunakan Micro Vickers Hardness Tester Shimadzu
HMV-2 dengan beban penekanan 1 kg. Sesuai
dengan metode yang dikemukakan oleh Budinski [9]
untuk mengukur case depth dapat menggunakan
indikator perubahan kekerasan permukaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses Karburisasi
Waktu proses karburisasi 4 jam menghasilkan
proses difusi Karbon ke permukaan baja cukup
dalam, tetapi belum maksimal karena bila ada
penambahan waktu terjadi kedalaman difusi yang
Tabel 1. Komposisi Kimia Baja Carbon Rendah.
Unsur Fe C Si Mn P S
Komposisi (%berat) 99,04 0,082 0,067 0,475 0,016 0,018
Unsur Ni Cr Mo Cu Nb V W
Komposisi (%berat) 0,134 0,072 0,004 0,027 0,01 0,01 0,06
JURNAL TEKNIK MESIN Vol. 10, No. 1, April 2008: 8–14
10
meningkat [5,7,8]. Pemilihan waktu proses karburisasi
4 jam dengan asumsi jumlah atom Karbon yang
terdifusi ke permukaan benda uji sudah cukup,
namun tidak mencapai maksimal. Hal ini dimaksudkan
agar perubahan yang terjadi sebagai akibat
perbedaan ukuran butir arang tempurung kelapa
dapat diamati. Air dipilih sebagai media pendingin
untuk menjamin terbentuknya struktur Martensit
yang keras sehingga diperoleh perubahan kekerasan
pada permukaan komponen secara signifikan.
Setelah pencelupan suhu air ternyata naik menjadi
30 0C. Hal ini berarti jumlah air yang digunakan
sudah mencukupi untuk pengerasan.
Desain kotak karburisasi pada penelitian ini
dapat menahan udara masuk ke dalam media
karburasi dan mengurangi terjadinya proses oksidasi
sehingga proses pembentukan gas CO lebih efektif.
Hal ini menunjukkan bahwa disain tabung yang
ditutup dengan pasir semen cukup efektif untuk
proses karburasasi padat sehingga menghasilkan
benda uji bersih dari kerak dan tidak berwarna
hitam. Arang dalam kotak karburising masih
berwarna merah walaupun dibuka setelah 30 menit
dari dapur pemanas. Fenomena ini menunjukkan
energi panas yang tersimpan di dalam tabung masih
tinggi sehingga terjadi proses oksidasi ketika
bersentuhan dengan udara. Pada serbuk dengan
ukuran butir 600 μm, ketika benda uji dikeluarkan
dari media karburasi permukaannya sedikit teroksidasi
oleh udara luar akibat tingginya energi
panas dalam kotak karburisasi seperti terlihat pada
Gambar 2c.
Pengamatan Struktur Mikro
Setelah melalui proses karburisasi dan pengerasan,
benda uji diamati struktur mikronya menggunakan
mikroskop optik sebagaimana Gambar 3.
Struktur Martensit terbentuk pada permukaan
hingga kedalaman antara 1100-1350 μm seperti
terlihat pada Gambar 3a dan 3b. Batas antara
struktur Martensit dan Ferit terlihat pada Gambar
3c, menunjukkan batas difusi Karbon ke Baja Karbon
Rendah. Setelah tidak ada difusi Karbon, struktur
mikro yang terbentuk adalah Ferit walaupun sudah
mengalami proses pengerasan. Hal ini terjadi karena
kurangnya Karbon yang terjebak di sel satuan Body-
Centered Cubic (BCC) sehingga tidak dapat membentuk
Martensit. Pada temperatur di atas Garis A2
dalam Diagram Fasa Fe-C, yaitu garis batas
perubahan fasa dari Ferit berubah menjadi Austenit
yang mempunyai sel satuan Face-Centered Cubic (fcc)
dengan daya larut Karbon hingga 0,8%. Pendinginan
hingga di bawah Temperatur Austenisasi, terjadi
perubahan fase dari Austenit ke Ferit yang mempunyai
sel satuan BCC dengan daya larut Karbon
hanya 0,25%. Pendinginan yang lambat memberikan
kesempatan pada Karbon keluar dari sel FCC
sehingga perubahan ke sel BCC berjalan dengan baik
sedangkan Karbon yang keluar membentuk Karbida
Besi Fe3C. Tetapi sebaliknya, pendinginan cepat akan
mengakibatkan perubahan fase dari FCC ke BCC
juga sangat cepat sehingga karbon tidak sempat
keluar dan terjebak di dalam sel BCC karena daya
larut terhadap Karbon lebih kecil dibanding FCC. Hal
Gambar 2. Hasil karburising dengan ukuran serbuk arang tempurung kelapa: (a) 2000; (b)
850; (c) 600; (d) 279; (e) 250; dan (f) 150 μm.
Mujiyono, Meningkatkan Efektifitas Karburisasi Padat pada Baja Karbon
11
ini berakibat pada terbentuknya struktur sel BCC
yang terdeformasi oleh atom Karbon. Struktur baru
ini adalah Martensit dengan sifat sangat keras tetapi
getas. Apabila kandungan Karbon kurang dari 0,25
%, Martensit tidak akan terbentuk meskipun sudah
di didinginkan cepat karena semua Karbon yang ada
dalam Austenit masih dapat larut dalam Ferit.
Bahan logam awal (base material) yang mempunyai
kandungan karbon 0,082% tidak terbentuk
fasa Martensit meskipun sudah mengalami pendinginan
cepat, tetapi didominasi oleh Ferit. Pada
kedalaman lebih besar dari 1300 μm tidak tampak
fasa Martensit tetapi hanya Ferit saja karena
kandungan karbonnya kurang dari 0,25 % seperti
terlihat pada Gambar 2d. Hal ini mengindikasikan
bahwa difusi Karbon dari proses karburisasi tidak
sampai pada kedalaman ini sehingga tidak terbentuk
Martensit, konsekuensinya mempunyai sifat ulet
pada bagian dalam dan keras pada bagian permukaan.
Komposisi ini dapat menghasilkan komponen
yang ulet tetapi tahan aus.
Tebal Lapisan Difusi (Case Depth)
Uji kekerasan menggunakan Microhardness
Vickers Tester Shimadzu HMV-2 untuk mengetahui
kedalaman lapisan keras struktur martensit yang
terbentuk akibat proses karburisasi dan pengerasan.
Struktur Martensit ini mengindikasikan kedalaman
difusi Karbon, karena sebelum di karburisasi, baja
dengan kandungan Karbon 0,082%, tidak dapat
membentuk Martensit sehingga pada kedalaman
tertentu terjadi perbedaan kekerasan.
Base material yang tidak dikarburising memiliki
kekerasan yang hampir sama baik di permukaan
maupun di kedalaman tertentu meskipun sudah di
keraskan karena tidak terbentuk martensit. Ukuran
butiran serbuk arang mempunyai pengaruh terhadap
difusi Karbon ke dalam permukaan bahan seperti
terlihat pada Gambar 4. Semakin dalam, kekerasannya
menurun karena jumlah Karbon yang berdifusi
semakin sedikit. Pada kedalaman lebih dari 1300
μm, tidak terjadi perbedaan kekerasan dengan base
material yang mengindikasikan tidak ada penambahan
Karbon selama proses karburasi sehingga
tidak dapat membentuk Martensit lagi.
Data hasil pengujian tersebut menunjukkan
bahwa ukuran butir serbuk arang yang digunakan
untuk media karburisasi berpengaruh terhadap
difusi Karbon kedalam Baja Karbon Rendah. Waktu
tahan (soaking) yang digunakan untuk proses
karburisasi adalah 4 jam dengan case depth mencapai
1000 μm. Peningkatan kekerasan permukaan antara
340 sampai 429 VHN atau 178 % sampai dengan 250
% dari kekerasan base material 122 VHN.
(a) Martensit di permukaan
(b) Martensit pada kedalaman ± 400 μm
(c) Batas martensit dan ferit pada
kedalaman 1300 μm
(d) Ferite pada kedalaman
lebih dari 1500 μm
Gambar 3. Struktur Mikro Hasil Karburisasi dan Pengerasan
JURNAL TEKNIK MESIN Vol. 10, No. 1, April 2008: 8–14
12
R2 = 0.87
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
0 500 1000 1500
Jarak dari permukaan (μm)
Kekerasan (VHN)
Mesh 10
Base Material
R2 = 0.79
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
0 500 1000 1500
Jarak dari permukaan (μm)
Kekerasan (VHN)
Mesh 20
Base Material
(a) Ukuran serbuk 2000 μm (mesh 10) (b) Ukuran serbuk 850 μm (mesh 20)
R2 = 0.96
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
0 500 1000 1500
Jarak dari permukaan (μm)
Kekerasan (VHN)
Mesh 30
Base Material
μ
R2 = 0.98
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
0 500 1000 1500
Jarak dari permukaan (μm)
Kekerasan (VHN)
Mesh 50
Base Material
(a) Ukuran serbuk 600 μm (mesh 30) (b) Ukuran serbuk 279 μm (mesh 50)
R2 = 0.95
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
0 500 1000 1500
Jarak dari permukaan (μm)
Kekerasan (VHN)
Mesh 60
Base Material
μ
R2 = 0.89
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
0 500 1000 1500
Jarak dari permukaan (μm)
Kekerasan (VHN)
Mesh 100
Base Material
(a) Ukuran serbuk 250 μm (mesh 60) (b) Ukuran serbuk 150 μm (mesh 60)
Gambar 4. Case Depth Hasil Karburisasi
Mujiyono, Meningkatkan Efektifitas Karburisasi Padat pada Baja Karbon
13
Grafik kekerasan terhadap kedalaman dari permukaan
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
0 500 1000 1500
Jarak dari tepi (μm)
Kekerasan (VHN)
Tanpa karburising 279 μm
600 μm
250 μm
850 μm
150 μm
2000 μm
Gambar 5. Perbandingan Ukuran Butir Serbuk
Terhadap Case Depth
Serbuk berukuran 250, 279, 600, 850 dan 2000
μm mempunyai ukuran yang seragam (monomize),
tetapi serbuk berukuran 150 μm tidak monomize.
Kondisi ini disebabkan oleh metode penyaringan
bertingkat mulai dari ayakan ukuran mesh 100. Sisa
serbuk arang yang tidak lolos disaring kembali
dengan ayakan mesh 60 dan seterusnya. Akibatnya
untuk serbuk yang lolos ayakan mesh 100 tidak
monomize karena serbuk yang lolos terdiri dari
serbuk yang masih dapat lolos ayakan mesh 100, 200,
300 dan seterusnya. Tetapi untuk serbuk yang lolos
ayakan ukuran mesh 10 sampai dengan 60 dapat
dipastikan mempunyai ukuran yang relatif seragam
karena serbuk yang lolos berukuran sesuai lubang
ayakan sehingga tidak mungkin lebih besar karena
akan tertahan sedangkan yang lebih kecil sudah lolos
pada pengayakan sebelumnya.
Karburisasi dengan ukuran serbuk arang 150,
850 dan 2000 μm memberikan case depth antara
1100–1200 μm yang berarti lebih rendah bila
dibandingkan dengan ukuran serbuk 250, 279 dan
600 μm yaitu antara 1300–1350 μm. Difusivitas
Karbon ke dalam Baja Karbon Rendah, meningkat
mulai dari ukuran serbuk 2000 dan 850 μm ke
ukuran serbuk 600 dan 279 μm. Pada ukuran serbuk
250 μm difusivitas Karbon mulai menurun dan
ukuran serbuk 150 μm memberikan difusivitas
terendah (Gambar 5).
Serbuk arang tempurung kelapa berukuran 600
sampai 250 μm relatif lebih efektif untuk media
karburasi. Hal ini disebabkan oleh faktor luas
permukaan kontak serbuk dengan benda uji dan
kelancaran pergerakan Oksigen diantara celah-celah
serbuk media karburasi. Serbuk berukuran 2000 dan
850 μm mempunyai sirkulasi Oksigen yang sangat
baik, tetapi luas permukaan kontak antara media
karburasi dan benda uji lebih rendah dibanding
serbuk berukuran 600, 279 dan 250 μm. Serbuk
dengan ukuran butir 150 μm mempunyai difusivitas
Karbon terendah karena pergerakan gas di antara
butiran-butiran serbuk arang tidak bagus akibat
celah yang sangat sempit, walaupun luas permukaan
kontaknya paling besar. Di sisi lain, pada serbuk 150
μm ukurannya tidak monomize, di dalamnya masih
terdapat serbuk-serbuk arang yang ukurannya lebih
kecil sehingga celah-celah di antara serbuk semakin
sempit. Akibatnya pergerakan oksigen dalam kotak
semakin terbatas.
Pengamatan lebih lanjut terhadap Gambar 5,
ukuran serbuk 600 μm memberi hasil sedikit lebih
baik dari pada serbuk ukuran 279 dan 250 μm. Ini
sesuai dengan pembahasan di atas bahwa energi
dalam kotak untuk media karburasi ukuran 600 μm
cukup tinggi, terbukti benda uji sedikit mengalami
oksidasi ketika dikeluarkan dari kotak
KESIMPULAN
Serbuk tempurung kelapa dengan ukuran antara
250 hingga 600 um dapat digunakan untuk proses
karburisasing padat pada Baja Karbon Rendah.
Dengan waktu karburisasi padat selama 4 jam, maka
akan terjadi difusi Karbon hingga kedalaman 1200
μm dan kekerasan permukaan baja meningkat 250%
dari kekerasan semula
DAFTAR PUSTAKA
1. Rajan, T.V., Sharma, C.P., dan Sharma, A., Heat
Treatment–Principles and Techniques, revised
edition, Prentice Hall of India, New Delhi, India,
1997.
2. Poor, R., dan Verhoff, S., “New Technology is The
Next Step In Vacuum Carburizing”, Surface
Combution Inc., Maumee, Ohio, USA, Industrial
heating oktober 2002.
3. Arbintarso, E., Penggunaan media arang baterai
untuk meningkatkan kualitas karbonisasi pada
industri pembuatan pisau, Prosiding Seminar
Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2003,
Institut Sains & Teknologi AKPRIND, 18 Oktober
2003.
4. Suryanto, H., Malau, V., dan Samsudin, ”Pengaruh
Penambahan Barium Karbonat pada Media
Karburasi terhadap Karakteristik Kekerasan
Lapisan Karburasi Baja Karbon Rendah”, Proceeding
Seminar Nasional Teknik Mesin 2003,
Universitas Brawijaya, Malang, Oktober 2003.
5. Tiwan dan Mujiyono, “Pengaruh Penambahan
Barium Karbonat (BaCo3), Temperatur Dan
Lama Pemanasan Terhadap Peningkatan Kekerasan
Baja Karbon Rendah Pada Proses Karburising
Dengan Media Serbuk Tempurung
Kelapa”, Laporan Penelitian, FT-UNY, Yogyakarta,
2005.
JURNAL TEKNIK MESIN Vol. 10, No. 1, April 2008: 8–14
14
6. Sudarsono., Ferdian, D., dan Soedarsono, J.W.,
“Pengaruh Media Celup dan Waktu Tahan Pada
Karburasi Padat Baja AISI SAE 1522”, Prosiding
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi
2003, Institut Sains & Teknologi AKPRIND, 18
Oktober 2003.
7. Mujiyono dan Soemowidagdo, A.,L., “Pemanfaatan
Natrium Karbonat Sebagai Energizer Pada Proses
Karburising Untuk Meningkatkan Kekerasan
Baja Karbon Rendah”, Laporan Penelitian, FTUNY,
Yogyakarta, 2005.
8. Soemowidagdo, A,.L., “Kalsium Karbonat Sebagai
Energizer Pada Proses Karburising Untuk
Meningkatkan Kekerasan Baja Karbon Rendah”,
Laporan Penelitian, FT-UNY, Yogyakarta, 2005.
9. Budinski, G., dan Budinski., K., Engineering
Materials-properties and selection, 6th edition,
Prentice Hall International, Inc., New Jersey, USA
1999.



0 komentar:

Posting Komentar