Minggu, 23 Mei 2010
Home »
GoresaN Pena
» Impian Yang Kadas
Impian Yang Kadas
MATAHARI bersinar cerah. Bel istirahat berdering. Suara ribut para siswa pun mulai terdengar. Sebagian besar siswa dari kelas satu sampai kelas tiga keluar kelas. Tak terkecuali kelasku. Hampir semua temanku keluar kelas ketika jam istirahat. Lama waktu istirahat di sekolahku 30 menit. Sebagian siswa pergi ke kantin. Sebagian pergi ke taman dan perpustakaan. Bahkan, ada juga yang hanya duduk-duduk di dekat ruang kelas.
Aku dan Rani pergi ke perpustakaan untuk membaca buku. Seperti hari-hari biasa, perpustakaan selalu ramai dikunjungi siswa. Aku dan Rani berpencar di dalam perpustakaan karena kami mencari buku masing-masing. Aku mencari buku tentang sejarah, sedangkan Rani mencari buku tentang teknologi. Kemudian, kami duduk bersebelahan setelah menemukan buku masing-masing dan mulai membacanya.
Suasana di dalam perpustakaan tenang. Lantunan lembut lagu-lagu pop membuat para siswa nyaman ketika membaca buku. Udara dingin dari AC membuat aku dan siswa lain betah di dalamnya. Perpustakaan sekolahku baru saja direnovasi. Gedung perpustakaan sekolahku sekarang bertingkat dan semakin luas. Buku-buku bacaan, majalah pendidikan, dan kamus di perpustakaan ditambah sehingga membuat kami nyaman berada di dalamnya.
Di perpustakaan, kami juga bisa browsing banyak ilmu pengetahuan dan berita melalui internet. Perpustakaan merupakan tempat favoritku. Hampir setiap hari aku mengunjungi perpustakaan. Aku membaca banyak buku. Berbagai macam buku pengetahuan aku baca sebagai bekal ketika aku melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Sejak aku duduk di sekolah dasar, aku telah mempunyai keinginan untuk melanjutkan pendidikan sampai ke perguruan tinggi.
Seperti kebanyakan teman-teman perempuanku yang lain, aku selalu membawa bekal jika pergi ke sekolah. Sehingga, aku bisa berhemat. Ujian umum tinggal dua bulan lagi. Seperti biasa, aku tetap rajin belajar. Aku juga menambah jam belajarku menjelang ujian akhir. Aku dan Rani telah mempunyai rencana untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Jauh jauh hari kami merencanakannya.
Malam telah menjelang. Aku dan orang tuaku berada di ruang tamu untuk menonton televisi. Kami membicarakan banyak hal. Setelah berapa lama kemudian, orang tuaku membicarakan tentang pernikahan. Aku langsung dapat menebak itu pasti ditujukan untukku. Sudah beberapa kali mereka membicarakan tentang hal tersebut, namun aku selalu tak menghiraukannya.
Untuk kali ini, pembicaraan kami serius. Orang tuaku menyuruhku untuk menikah segera ketika aku lulus sekolah. Posisiku sebagai anak membuatku tak berani untuk membantah, apalagi aku sebagai anak perempuan. Seketika itu mataku berkaca-kaca. Tak lama kemudian, aku pergi ke kamar dan aku menangis. Aku belum sempat menceritakan tentang keinginanku untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Hari ke hari beban tersebut selalu membebaniku. Dan, itu merupakan beban batin alami. Dalam hatiku terjadi peperangan antara harus menyetujuinya dan tidak.
Ujian akhir tiba. semua siswa duduk di tempat masing-masing dan siap untuk mengikuti ujian akhir. Semua siswa duduk sendiri-sendiri. Mereka juga diawasi oleh dua pengawas dari sekolah yang berbeda. Aku telah bersiap dengan alat tulis yang kubawa. Kemudian, pengawas itu membagikan lembar soal dan lembar jawaban. Ketika ada perintah untuk mengerjakan soal ujian, segera aku mengerjakan semua soal dengan teliti. Aku optimistis mendapatkan nilai yang bagus dan bisa melanjutkan pendidikanku.
Pada hari pengumuman kelulusan, aku senang. aku mendapatkan nilai tertinggi di sekolahku. Nilai rata-rataku 9. banyak teman dan guruku yang menyanjungku. Beberapa hari kemudian, diadakan acara perpisahan di sekolah.
Aku bersama orang tuaku duduk bersama di ruang tamu. Pertama kami berbincang-bincang tentang kelulusanku. Mereka memuji prestasiku. Tak lama kemudian, kuberanikan diri untuk mengatakan keinginanku melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Namun, seketika itu pula mereka mengatakan bahwa mereka tidak mengizinkanku untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Aku merasa terpukul sekali.
Kemudian, mereka mengatakan bahwa mereka telah mempersiapkan pernikahanku. Bahkan, mereka juga telah menentukan bulan pernikahanku. Mataku berkaca-kaca. Kali ini aku mengungkapkan bahwa aku masih ingin melanjutkan pendidikan, namun mereka tetap bersikeras untuk menikahkan aku dengan lelaki pilihan mereka. Keinginanku tak mereka hiraukan dengan dalih untuk membahagiakanku dan untuk menyejahterakan masa depanku. Butiran air mata jatuh dan membasahi pipiku.
Upacara pernikahan digelar. Banyak kerabat dan sahabat yang datang ke pernikahanku. Rani juga datang ke pernikahanku. Sekarang Rani telah melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Semua tamu tampak senang, begitu juga orang tuaku. Para undangan memberikan ucapan selamat sambil berjabat tangan di atas pelaminan. Aku memberikan senyuman kepada semua tamu yang datang, namun hatiku menangis sejadi-jadinya.
Penulis adalah pelajar Unesa
0 komentar:
Posting Komentar