Minggu, 23 Mei 2010

Selaksa Rindu dari Pesantren

 Cerpen Dari Seorang Teman......

Matahari pagi menyentuh pipiku. Berpendar pasi, seperti juga dedaunan. Sepi. Aku merentangkan kedua tanganku lebar-lebar, berharap aku bisa terbang dan menikmati seluruh ciptaan Tuhan dari atas sana. Mataku belum terbuka sepenuhnya, tapi tiba-tiba aku menatap sebuah amplop berwarna jingga di depan pintu kamarku. Kuambil lalu kubaca untuk siapa surat ini. Aku tersentak, surat ini untukku. Di sana terpampang jelas namaku, “untuk : VIDIANO LUCAS JOSEPH”.            Aku heran, tak ada nama pengirim maupun alamat di baliknya. Dengan perasaan yang penuh tanda tanya aku segera merobek surat itu, lalu perlahan aku membaca isinya.                                                                                                 6 Mei 2009Assalamualaikum…            Semoga Tuhan selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada setiap manusia. Apa kabar Lucas? Semoga kau tetap baik-baik saja. Alhamdulillah, keadaanku jauh lebih baik saat ini dibandingkan pada saat kita terakhir bertemu akhir tahun lalu.            Sekarang, aku sudah bekerja menjadi guru di sebuah Pondok Pesantren di Jawa Timur. Menyenangkan sekali ternyata menjadi guru itu. Padahal sejak dulu aku tak pernah punya cita-cita untuk mengamalkan ilmuku pada makhluk-makhluk kecil Allah yang ternyata sangat membutuhkan uluran tanganku.            Pesantren yang asri dan damai. Jauh dari kebisingan dan kemacetan kota yang sering aku alami beberapa waktu lalu. Sepertinya, aku ingin menghabiskan seluruh hidupku di tempat ini. Mengamalkan semua ilmu yang kumiliki sehingga aku bisa mengabdikan seluruh hidupku pada Allah yang Esa. Hanya pada Allah, Tuhanku.            Lucas, sejujurnya aku ingin mengatakan sesuatu padamu melalui secarik kertas putih ini. Masih ingatkah kamu, di saat kita bersama? Tertawa, menangis dan memperjuangkan cinta kita? Sebenarnya aku masih sangat ingin merasakan itu semua bersamamu, hanya bersamamu. Namun, jika aku memaksakan untuk terus bersamamu, aku egois!            Maafkan aku Lucas, cinta memang datang begitu saja, tapi pergi seringnya menyisakan luka. Aku mengenalmu karena kebaikanmu, aku mulai mencintaimu karena ketulusanmu, sedangkan aku pergi meninggalkanmu karena aku mencintaimu. Bila sekarang ada seseorang yang menanyakan siapa yang paling aku cintai, aku jawab Tuhanku, jika seseorang itu masih bertanya maka akan aku jawab orangtuaku, namun bila pertanyaan itu tak berhenti di sini, maka dengan yakin akan aku jawab “kamu”!            Kamu tahu, jika perbedaan kita sangatlah mendasar. Sebuah perbedaan lazim antara manusia namun tak pernah jadi lazim jika salah satu di antara kita ingin menyamakan. Lucas, setelah kita berpisah akhir tahun lalu, sering mataku merah bahkan bengkak karena aku tak bisa lupakan semua kebaikanmu. Sering bibirku tersenyum pada semua lelaki namun hatiku menangis mengingatmu. Kadang aku berpikir, masihkah kau merasakan apa yang aku rasakan? Masihkah kau menyimpan senyumku di dasar hatimu? Atau masihkah kau ingat saat indah bersamaku? Aku tak pernah tahu, karena sekali pun kau tak pernah memberitahuku.            Bagaimana cerita cintamu sekarang, Lucas? Apakah kau masih mencintaiku seperti dulu? Atau apakah kau menemui wanita yang lebih baik dariku? Jika aku sudah tergantikan di hatimu, aku turut berbahagia meskipun hatiku teriris perih. Jika belum, aku sedih mendengarnya meskipun hatiku bersorak gembira. Jahatkah aku? Entahlah Lucas, maafkan aku mengenai ini.            Lucas, terima kasih untuk semua pengorbananmu selama ini. Dulu, kau selalu setia menungguku saat aku masih sholat, padahal aku sering lupa untuk mengantarmu kebaktian di gereja. Terima kasih untuk sms kamu tengah malam yang membangunkanku untuk sholat malam, padahal aku tak pernah mengingatkanmu untuk doa malam dan terima kasih untuk ketupat dan opor ayam yang kau bawakan saat Idul Fitri, padahal aku sering alpa memberi kamu kado natal. Kau tahu, semua itu takkan pernah terlupa begitu saja.            Aku sangat mencintaimu Lucas, namun kau tahu jika aku jauh lebih mencintai Tuhanku. Karena Dia aku masih bisa bernafas sampai saat ini, aku masih bisa merasakan milyaran kenikmatan yang Dia hamburkan padaku. Bukankah kau juga jauh lebih mencintai Tuhanmu daripada aku? aku mengerti itu Lucas.            Lucas, bukannya aku tak ingin bersatu denganmu. Bukannya aku tak ingin memilikimu segenap perasaan. Bukannya aku tak mencintaimu. Namun, bagaimana bisa aku mencintaimu sementara aku tak pernah mencintai Tuhanmu? Ingatkah kamu, sebuah kalimat yang sering kita ucapkan saat kita ingat tentang perbedaan kita? Bahwa, cinta adalah membiarkan orang yang kita cintai pergi membawa kebahagiannya. Meski, sekarang aku dan mungkin kamu, merasakan sakit yang luar biasa dengan perpisahan ini, yakinlah jika kita berada di jalan Tuhan. Jalan yang membawa kita ke kebahagiaan abadi.            Maafkan aku Lucas, karena aku mengingatkanmu kembali tentang ini semua. Aku harap kamu bisa memaafkanku dan membingkai cerita cinta kita dalam bingkai terindah hatimu, lalu biarkan bingkai itu terpaku rapi di sudut hatimu tanpa perlu lagi kau mengusiknya. Aku juga akan melakukan hal yang sama denganmu.            Lucas, aku hanya bisa berdoa semoga Tuhan selalu memberimu petunjuk untuk tetap melangkah di jalan yang benar. Amien…            Wassalamualaikum…                                           Lila            Mataku berubah jadi kabut. Membawa sepercik putik air. Hanya menunggu sepersekian detik untuk tumpah ruah. Aku merasa sunyi dan sepi. Teringat akan semua tentang Lila, gadis kecil yang mampu merebut dan mencuri seluruh hatiku. Aku ingin mengkristalkan lagi percik air yang menggumpal di mataku. Namun, tak pernah sanggup aku melakukan itu, tak pelak buliran-buliran kecil itu halus menetes menderas menjadi hujan di antara kesunyianku saat ini.            Aku berlutut di hadapan patung Kristus. Menciumi kalung salib yang sedang aku pakai sekarang. Aku berdoa agar aku mampu membingkai indahnya cerita cintaku tanpa harus mengusiknya lagi. Aku mohon agar Lila memperoleh kebahagiaan yang ingin diraihnya dan aku juga mohon agar cintaku pada Tuhan Yesus tak berkurang sedikit pun walau apa pun yang terjadi. Kupandangi fotoku dan Lila di samping kanan patung Kristusku, aku menciumi gadis mungil yang rambutnya selalu tertutup oleh jilbab panjangnya itu. Kemudian aku beralih pada fotoku di depan megahnya Rumah Yesus, teringat jika sebentar lagi aku akan menjadi seorang pastur yang akan menyerahkan seluruh hidupku pada Kristus, tak terbagi! Aku ingin melayani Tuhan dalam seluruh hidup dan matiku.**                                                                                    My room, May 5, 2009

0 komentar:

Posting Komentar